Selasa, 05 April 2016

Makalah Sejarah Islam Klasik: Syi'ah vs Sunni

BAB I
PENDAHULUAN
1.      LATAR BELAKANG
Umat Islam di mana pun berada seyogianya dapat bersatu padu dalam menjalankan
ibadah baik habluminallah maupun hablumminannas. Hal ini penting karena manusia dilahirkan   
 untuk beribadah dan sebagai khalifah di muka bumi ini. Sabda Rasulullah SAW yang berbunyi yang artinya:“ Golongan yang selamat dan akan masuk surga adalah golongan yang berpegang
dengan apa-apa yang aku kerjakan bersama sahabat-sahabatku.” Namun, sejak Nabi   Muhammad   SAW   meninggal,  persatuan  ini sedikit terguncang dengan tiadanya sumber yang haq untuk mengadukan permasalahan agama.
Penentuan khalifah saat itu memumculkan banyak permasalahan yang ternyata menjadi
semakin mengakar kuat sampai sekarang. Salah satu konflik  yang muncul adalah   adanya kaum syiah   dan sunni yang memiliki dasar yang berbeda. Perbedaan ini tidak hanya menimbulkan perbedaan kecil saja   tetapi   juga   perbedaan   besar   yang   diduga   mendalangi   banyak  ilmu   sesat   yang mengatasnamakan Islam. Bagaimana perbedaan ini sebenarnya berakar, ini tentu sangat penting dikaji, mengingat kita, umat Islam harus memahai agar dapat memperkuat iman dan islamnya.
2.      Rumusan masalah
a.       Apa itu syi’ah dan sunni?
b.      Bagaimana latar belakang sejarah syi’ah dan sunni?
c.       Bagaimana doktrin-doktrin syi’ah dan sunni?
d.      Apa saja alasan-alasan pembaiatan khalifah menurut syi’ah dan sunni?
3.      Tujuan masalah
a.       Untuk mengetahui pengertian syi’ah dan sunni.
b.      Untuk mengetahui latar belakang sejarah syi’ah dan sunni.
c.       Untuk mengetahui doktrin-doktrin syi’ah dan sunni.
d.      Untuk mengetahui alasan-alasan pembaiatan khalifah menurut syi’ah dan sunni

BAB II
PEMBAHASAN
A.    SYI’AH
1.      PENGERTIAN SYI’AH
            Kata syi’ah bentuk tunggalnya adalah syi’iy yang berarti kelompok atau golongan, dapat digunakan untuk seseorang, dua orang atau jama’ baik pria maupun wanita. Menurut abd al qadir syaib al-hamdi guru besar pada universitas islam di madinah mengatakan syi’ah dalam percakapan orang arab pengikut atau pembantu.[1] Menurut istilah, syi’ah didefinisikan sebagai golongan islam yang mengikuti 12 Imam dari Ahlu Bait (keluarga dan keturunan) Rasulullah melalui keturunan Ali dan anak-anak Fatimah putrid kesayangan Rasulullah istri Imam Ali, dalam semua urusan ibadah dan muamalah.[2]
2.      ASAL USUL DAN PERKEMBANGAN SYI’AH
            Setelah Rasulullah wafat, yang pertama kali mengambil sikap dalam soal kepemimpinan adalah kaum anshar. Sebelum jasad rasulullah dikebumikan, mereka telah mengadakan pertemuan di suatu tempat yang dikenal dengan sebutan tsaqifah bani sa’adah. Dalam pertemuan itu banyak terjadi perdebatan sengit antara kaum anshar dan kaum muhajirin. Perdebatan atas pemilihan khalifah tersebut berakhir dengan cara permusyawaratan kaum muslimin atas dipilihnya abu bakar sebagai khalifah.[3]
            Ali bin abi thalib dan keluarganya tidak hadir dalam pertemuan itu, karena sibuk dengan persiapan pemakaman rasulullah. Setelah ali dan keluarganya mendengar pembai’atan Abu Bakar, mereka melancarkan protes terhadap cara pemilihan khalifah melalui musyawarah, mereka bahkan mengajukan dalil-dalil dan argumen-argumen mereka sendiri, tetapi jawaban yang mereka terima adalah bahwa kesejahteraan kaum muslimin dipertaruhkan dan solusinya terletak pada apa yang telah dilakukan. Protes dan kecaman inilah memisahkan golongan minoritas pengikut Ali dari golongan mayoritas, dan menjadikan para pengikutnya dikenal oleh masyarakat sebagai para pendukung atau syi’ah Ali.[4] Perpecahan umat mulai mencolok pada pemerintahan Ustman bin ‘Affan dan memperoleh momentumnya yang paling kuat pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, tepatnya setelah Perang Siffin.
            Syi’ah mendapat pengikut besar terutama pada masa Dinasti Umayyah pada masa pemerintahan Yazid bin Mu’awiyyah. Ia memerintah Ibnu Ziyat untuk memenggal kepala Husein di Karbala dan dibawa kehadapannya di Damaskus. Kekejaman ini menyebabkan sebagian kaum muslimin tertarik dan mengikuti mazhab Syi’ah, atau paling tidak menaruh simpati yang mendalam terhadap tragedi yang menimpa ahlu bait. Peristiwa kesyahidan Husain di Karbala inilah penyebab utama terbentuknya Syi’ah secara hakiki. Sejak tragedy ini, sebutan Syi’ah tidak lagi dirangkaikan dengan nama-nama tertentu seperti sebelumnya, Syi’ah Ali, Syi’ah Husein tetapi cukup dengan Syi’ah saja.
            Dalam perkembangan selanjutnya, Syi’ah selain memperjuangkan hak kekhalifahan ahlu bait dihadapan dinasti umayyah dan abbasiyah, juga mengembangkan doktrin-doktrinnya sendiri. Berkaitan dengan teologi, mereka mempunyai lima rukun iman. Meskipun mempunyai landasan keimanan yang sama, kaum Syi’ah tidak bisa mempertahankan kesatuannya. Dalam perjalanan sejarahnya, kelompok ini terpecah menjadi beberapa sekte. Perpecahan ini terjadi terutama dipicu oleh masalah doktrin imamah. Sekte-sekte dalam Syi’ah yaitu: Ghulat, Zaidiyah, Isma’iliyah dan Istna ‘Asyariyah. Namun yang masih bertahan sampai saat ini ada tiga, yaitu: Zaidiyah, Isma’iliyah dan Istna ‘Asyariyah.[5]
3.      DOKTRIN-DOKTRIN ALIRAN SYI’AH
Adapun doktrin-doktrin aliran Syi’ah ada lima perkara yaitu:
1.      Tauhid
Tuhan adalah esa baik esensi maupun esksitensinya. Keesaan tuhan adalah mutlak. Ia bereksistensi dengan sendirian. Tuhan adalah qadim: maksudnya tuhan bereksistensi denagan sendiri sebelum ada ruang dan waktu. Ruang dan waktu diciptakan oleh tuhan. Tuhan maha tahu, maha mendengar, mengerti semua bahasa, selalu bebas berkehendak, keesaan tuhan tidak murakkab. Tuhan tidak membutuhkan sesuatu. Ia berdiri sendiri, dan tidak dibatasi oleh ciptaan-Nya. Ia tidak bisa dilihat dengan mata biasa. Paham syi’ah bahwa manusia diharapkan memahami dirinya yang dibuktikan dengan mentauhidkan Allah setelah lebih dahulu mengenalnya, pada akhirnya akan terjalin hubungan yang akrab dan harmonis yang buahnya melahirkan kepasrahan manusia terhadap tuhannya. Ini berarti dalam mentauhidkan Allah hendaknya menggunakan pendekatan akal (filsafat) disamping keyakinan. Dengan demikian, tidak ada sedikitpun keraguan terhadap Allah sang pencipta semesta alam.

2.      Keadilan
            Tuhan menciptakan kebaikan dalam semesta ini dengan adil. Ia tidak pernah menghiasi ciptaan-Nya dengan ketidakadilan. Karena ketidakadilan dan kedhaliman terhadap yang lain merupkan tanda kebodohan dan ketidakmampuan, sementara tuhan  adalah amha tahu dan maha kuasa. Segala macam keburukan dan ketidakmampuan adalah jauh dari keabsolutan dan kehendak tuhan. Atas dasar itulah, syi’ah bserusaha sekuat tenaga untuk menegak keadilan. Menegak keadilan, diakui bukanlah pekerjaan yang mudah, tetapi diperlukan seperangkat aturan dan institusi. Hal ini, menurut keyakinannya, tidak akan terwujud tanpa adanya seorang imam sebagai wakil tuhan. Oleh karena itu, keberadaan seorang imam itu harus sesuai dnegan pemilik keadilan yang hakiki, yaitu Allah. Disinilah benang merah yang menghubungkan antara Tuhan – Imam dan keadilan. Selain itu aliran ini menyebutkan  bahwa tuhan memberikan akal kepada manusia untuk mengetahui benar dan salah melalui perasaan. Manusia dapat menggunakan penglihatan, pendengaran, dan indera lainnya untuk melakukan perbuatan, baik perbuatan mulia maupun perbuatan buruk. Jadi manusia dapat memanfaatkan potensi berkehendak sebagai anugerah tuhan untuk mewujudkan dan bertanggung jawab atas perbuatannya. Untuk itu aliran ini sangat menyerukan kepada manusia, terutama pada pengikutnya agar menjadi pelopor penyeru kebenaran dan harapan terciptanya kedamaian hidup di dunia dan akhirat.[6]
3.      Nubuwwah
            Para nabi Allah adalah manusia-manusia yang menyebarluaskan seruan wahyu dan kenabian serta membawakan dalil-dalil pasti atas seruan mereka. Mereka mendakwahkan unsur-unsur agama Allah ( yang merupakan hukum ilahi serupa yang menjamin kebahagiaan) di tengah-tengah manusia dan menyediakannya bagi segenap manuisa. Mengingat dalam seluruh periode sejarah, jumlah manusia yang dikaruniai kekuasaan kenabian dan wahyu terbatas pada segelintir orang, maka Allah swt telah melengkapi dan menyempurnakan petunjuk dan hidayah pada semua manusia dengan meletakkan misi penyebaran agamadi atas pundak para nabi-Nya. Itulah mengapa seorang nabi Allah harus memiliki sifat kemakhtuman. Dalam meneriam wahyu dari Allah, dalam mengawalnya dan dalam memungkinkannya untuk dijangkau oleh manusia, seorang nabi harus bebas dari kesalahan. Dia mesti terhindar dari berbuat dosa.
            Panganut Syi’ah juga meyakini bahwa nabi berjumlah 124.000 berdasarkan hadist yang diriwayat oleh Abu Dzar. Serta meyakini ulul ‘azmi dan nabi Muhammad adalah seorang khatimul anbiya’.  
4.      Ma’ad
Al-ma’ad adalah hari akhir (kiamat) untuk menghadap keadilan tuhan di akhirat. Setiap muslim harus yakin akan keberadaan hari kiamat dan kehidupan suci setelah dinyatakan bersih dan lurus dalam pengadilan tuhan. Mati adalh proses transit dari kehidupan dunia menuju kehidupan akhirat. Kehidupan (baru) akan dilalui oleh roh manusia itu masuk kedalam wilayah al-ma’ad. Artinya mulus dan tidaknya perjalanannya, tergantung dari apa yang telah dilakukannya (bersama tubuh) ketika di dunia. Dengan pemahaman yang benar tentang al-ma’ad ini akan muncul ras a takut kepada Allah dan siksanya, sehingga mendorongnya untuk senantiasa berjalan sesuai dengan syari’at-Nya dengan menjauhkan diri dari kesalahan. Dengan demikian pengetahuan tentang al-ma’ad ini sebenarnya mengandung pendudukan yang agung demi kebahagiaan manusia itu sendiri.[7]
5.      Imamah
Imamah merupakan bagian dari sendi-sendi agama,maka pengetahuan sekaligus kepatuhan kepada imam itu adalah wajib, sebab tanpa imam keimanan itu tidak sempurna. Imamah tidak bisa terlepas dari enam sifat yaitu: ‘Ishmah, Wishayah, Wilayah, ‘Itrah, Taqiyyah, dan Ghabyah. Karena keenam sifat tersebut merupakan pelengkap bagi seorang imam.
 a. ‘Ishmah
Ishmah dalam pandangan dan aqidah Syi’ah merupakan suatu prinsip yang mengatakan bahwa “pimpinan suatu komunitas atau masyarakat yakni orang yang memegang kendali nasib rakyat di tangannya, orang yang diberi amanat kepemimpinan oleh orang banyak mestilah bebas dari kejahatan dan kelemahan. Menurut pemikiran Syi’ah, ‘Ishmah berfungsi untuk mencegah umat Islam (pengikut Syi’ah), dari bermasyarakat serta berbaur dengan para penguasa dan pemimpin yang korup dan zalim. ‘Ishmah dalam keyakinan orang Syi’ah sebagai alat yang memisahkan antara yang benar dengan yang salah. Atau dengan kata lain, ‘Ishmah  sebagai barometer untuk mendeteksi mana yang benar dan mana pula yang salah, sehingga kaum Syi’ah terlepas dari berbuat serta mengikuti kesalahan.
b.  Wishayah
                        Pengertian wishayah dalam pandangan Syi’ah bukanlah berarti “pencalonan, melainkan pengangkatan”. Menurut pemikiran dan keyakinan Syi’ah, Nabi Muhammad Saw. mengumumkan seorang mukmin yang saleh untuk menggantikan beliau. Orang yang diumumkan oleh Nabi dalam pandangan Syi’’ah adalah Ali bin Abi Thalib. Pemikiran dan pandangan Syi’ah ini dibantah oleh kelompok Safawi. Wishayah sebagai salah satu doktrin Syi’ah dalam pandangan kelompok Safawi adalah “rezim turun-temurun murahan yang diwariskan dari ayah ke anak sepanjang generasi demi generasi atau pemerintahan melalui penunjuk yang dibangun atas kekerabatan dan hubungan darah”.
                        Kepemimpinan atau pemerintah melalui penunjukan menurut Syi’ah tentang wishayah yang dipahami oleh kelompok Safawi, dalam pandangan Ibn Khaldum diistilahkan dengan nama ‘asabiyyah. Yang dimaksud dengan ‘asabiyyah adalah “suatu ikatan sosial-psikologis, berupa emosional atau non emosional yang mengikat pribadi anggota suatu kelompok yang didasari pada kekerabatan dengan ikatan terus menerus, serta muncul ketika menghadapi bahaya yang mengancam pribadi anggota atau kelompok tersebut.
c. Wilayah
                         wilayah dalam mazhab Syi’ah tidak sama dengan pengertian wilayah yang dipahami kebanyakan orang. Wilayah menurut pemikiran Syi’ah berarti menerima perwalian, kepemimpinan dan pemerintahan oleh Ali (setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw). Dalam pandangan Syi’ah, hanya Ali yang berhak untuk memimpin umat Islam setelah Nabi wafat. Menurut mereka kepemimpinan Abu Bakar, Umar, dan Utsman bin Affan termasuk illegal dan tidak sah. Bahkan menurut Syi’ah, mereka bertiga harus bertanggung jawab kepada Tuhan karena telah merampas kepemimpinan dari tangan Ali.
d. ‘Itrah
                        Dalam pandangan kelompok Syi’ah, ‘Itrah merupakan suatu hal yang penting. ‘Itrah menurut pengertian Syi’ah adalah para pengganti Nabi Muhammad Saw. Salah satu alasan yang dikemukakan Syi’ah kenapa ‘Itrah itu penting adalah “pada saat Nabi Muhammad Saw melakukan haji Wada’ beliau telah mengatakan di depan umat Islam akan terjadi perpisahan dan meninggalkan dua perkara al-Qur’an dan keluarga (Ali)”.
                        Menurut pemikiran Syi’ah, Nabi Muhammad Saw. Telah memberikan suatu isyarat kepada umat Islam, setelah beliau wafat urusan kepemimpinan umat Islam diserahkan kepada Ali. Lebih jauh kelompok Syi’ah mengatakan bahwa Nabi meninggalkan dua hal pokok, yaitu al-Qur’an dan Sunnah. Mengangkat Ali sebagai pemimpin menurut pendapat mereka berarti mengikuti sunnah dan tidak membaiat Ali sebagai pemimpin menurut pendapat mereka berarti mengikuti sunnah dan tidak membaiat Ali sebagai pemimpin sama dengan meninggalkan malah menafikan sunnah. Dalam pemikiran dan pemahamam kelompok Syi’ah, pengertian sunnah yang dimaksud oleh Nabi tidak lain hanyalah keturunannya (Ali dan anak cucunya).
e.       Taqiyyah
                        Salah satu konsep dan prinsip Syi’ah yang termasuk unik adalah taqiyyah. Yang dimaksud dengan taqiyyah dalam pandangan Syi’ah adalah menyembunyikan, dan berhati-hati dalam masalah-masalah agama disebabkan adanya larangan-larangan atas kebebasan beragama dan beribadah oleh rezim penguasa tiranis dan zalim.
                        Tujuan dari konsep taqiyyah dalam pandangan Syi’ah ada dua, yaitu pertama, untuk memelihara perasaan solidaritas di antara umat Islam. Kedua, untuk “melanjutkan perjuangan melawan penguasa yang tirani dan zalim secara diam-diam melawan segala bentuk penyimpangan guna menegakkan agama.”
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa konsep taqiyyah yang terdapat dalam pemikiran Syi’ah adalah suatu gerakan yang sifatnya tersembunyi (gerakan bawah tanah) yang membawa misi pembebasan dari penindasan penguasa yang zalim dan dan tirani.

f. Ghaybah
                        Yang dimaksud dengan ghaybah (gaibnya Imam Mahdi) dalam pandangan Syi’ah bermakna bahwa orang-orang yang bertanggung jawab dalam menentukan jalan kehidupan pribadi sosial, keyakinan mereka dan sebagainya di jalan mereka kepada kesalehan. Dalam pemikiran kelompok Syi’ah, ada satu keyakinan bahwa Imam Mahdi yang ghaib, pada suatu saat nanti pasti akan kembali untuk memimpin umat Islam. Atas dasar pemikiran dan keyakinan itu, maka kelompok Syi’ah terus menanti akan datangnya Imam mereka yang menghilang (ghaib). Oleh karena itulah, dalam konsepsi Syi’ah ada satu pemikiran yang dinamakan dengan Ghaybah.
4.      ALASAN-ALASAN SYI’AH ATAS PEMBAIATAN KHALIFAH ALI
Alasan kaum syi’ah memilih ali bin abi thalib sebagai pengganti nabi karena disebabkan beberapa faktor:
1.      Pada hari pertama kenabian
Saat nabi memulai dakwah sirriyyah pada hari pertamnya, beliau memerintah untuk mengundang kerabat terdekatnya untuk masuk agama islam. Kemudian beliau menginformasikan mereka dengan jelas bahwa siapapun orang pertama yang menerima ajakan beliauakan menjadi pengganti dan pewarisnya. Ali adalah orang pertama tampil kedepan dan memeluk agama islam. Nabi Muhammad menerima ketundukan ali kepada keimanan dan dengan demikian memenuhi janji beliau.
2.      Ali adalah orang yang makhtum
Menurut hadis-hadis yang tidak diragukan dan benar-benar sahih, baik dalam sunni dan syi’ah, nabi saw menegaskan bahwa ali terpelihara dari kesalahan dan perbuatan dan ucapannya. Apapun yang ali katakan dan sangatlah sesuai dengan ajaran-ajaran agama. Sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh ummu salamah, bahwa nabi Muhammad saw bersabda: ali selalu bersama kebenaran (haq) dan alqur’an, serta kebenaran dan alqur’an selalu bersamanya hingga hari kiamat, mereka tidak akan berpisah satu sama lain.
3.      Pengabdian Ali bin Abi Thalib
Selama periode kenabian, Ali memperlihatkan pengabdian yang tak ternilai dan melakukan pengorbanan yang luar biasa. Ketika orang kafir Mekkah memutuskan akan membunuh Nabi dan mengepung rumahnya, Nabi memutuskan untuk hijrah ke Madinah (waktu itu masih bernama Yastrib). Lalu Nabi memerintah kepada Ali untuk tidur ditempat tidurnya dengan maksud agar Nabi lolos dari pengejaran kaum Quraisy. Ali dengan tangan terbuka menerima tugas berbahaya ini. Selain itu Ali juga ikut bertempur dalam pertempuran-pertempuran seperti badar, uhud, khandaq, hunain. Peran Ali dalam peperangan-peperangan tersebut sangat menentukan kemenangan islam.[8]
4.      Peristiwa ghadir khum
Ketika peristiwa ghadir khum, nabi memilih ali untuk posisi perwalian umum (wilayah ammah) dari manusia dan menjadikan ali seperti diri beliau, wali mereka. Peristiwa ini terjadi ketika kembali dari melaksanakan ibadah haji ke mekkah di jalan menuju madinah di tempat yang dinamakan Ghadir Khum, nabi saw memilih ali sebagai penggantinya dihadapan kerumunan massa yang sangat banyak yang menyertai beliau. Kaum syi’ah merayakan peristiwa ini hingga hari ini sebagai hari raya keagamaan utama yang menandai hari ketika ha kali atas penggantian nabi dinyatakan secara universal.[9]
B.     SUNNI
1.      PENGERTIAN SUNNI
            Secara bahasa sunni berasal dari kata ahlussunnah wal jama’ah yang berarti  penganut sunnah nabi dan I’tiqad sahabat-sahabat nabi. Secara terminologi sunni merupakan sebuah aliran yang menganut I’tiqad dari rasulullah saw, pemahaman sahabat dan para pengikut mreka yang mengikuti dengan kebenaran (bil ihsan), yaitu para tabi’in dan tabi’ tabi’in. ini karena rasulullah saw bersabda: umatku yang terbaik adalah para sahabatku kemudian para pegikutnya dan yang mengikuti pengikut mereka. Mereka yang termasuk ahlus sunnah waljama’ah adalah yang mengikuti ajaran rasulullah saw melalui pemahaman para sahabatnya.[10]
. 2. ASAL USUL DAN PERKEMBANGANNYA
            Sebagai reaksi dari banyaknya firqah, maka pada akhir abad  ke III Hijriyah timbullah golongan yang bernama kaum ahlussunnah wal jama’ah yang dicetus oleh ulama besar dalam ushuluddin yaitu syeikh abu hasan ‘ali al asy’ari dan syeikh abu Mansur al maturidi.
Syeikh abu hasan pada mulanya menganut mazhab mu’tazilah yang berguru dari ayah tirinya yang bernama syeikh abu ‘ali Muhammad bin abdul wahhab al jabai selama 40 tahun. Kemudian beliau keluar dari aliran tersebut dan mencetuskan alirannya dengan nama ahlussunnah wal jamaah. Adapun imam Mansur, beliau berjasa besar dalam mengumpulkan, memperinci dan mempertahankan I’tiqad ahlussunnah wal jamaah itu, sebagai keadaannya dengan imam abu hasan.[11]
2.      DOKTRIN-DOKTRIN ALIRAN SUNNI          
            I’tiqad (paham) kaum ahlussunnah wal jamaah yang telah disusun oleh imam abu hasan al-asy’ari terbagi atas enam perkara, yaitu:
1.      Tentang ketuhanan
                        Masalah keyakianan bahwa Allah maha Esa, merupakan pokok keyakinan dalam islam, menjadi cirri monotheisme Islam. Kemaha esaan Allah dalam teologi (aqidah) islam diakui oleh semua golongan dilingkungan islam , hamper tidak ada perbedaan antara yang satu dengan lainnya.[12]  Setiap uamat islam yang baligh dan berakal waib mengetahui 20 sifat yang wajib (mesti ada) pada Allah, 20 sifat mustahil (tidak mungkin ada) dan 1 sifat yang harus (boleh ada boleh tidak) pada Allah. Dengan mengetahui sifat-sifat Allah ini, kita sudah membayarkan yang bertalian dengan I’tiqad tentang ketuhanan. Orang yang tidak mengetahui secara mendalam sifat-sifat ini, niscaya ia tidak akan mengerti dan tidak akan yakin akan hal-hal yang bertalian dengan tuhan atau ketuhanan yang maha Esa.
2.      Tentang malaikat-malaikat
            Umat islam memercayai bahwa ada suatu makhluk halus, ada yang dijadikan dari nur bernama malaikat dan juga wajib memercayai adanya jin. Hakikat tubuh dari malaikat hanya Allah yang lebih yahu, kita serahkan kepada tuhan , karena kita tidak diwajibkan untuk mengetahuinya. Yang wajib kita ketahui yaitu malaikat mempunyai tugas masing-masing, mereka taat kepada tuhan atas perintah-Nya. Malaikat yang wajib kita ketahui ada 10 yaitu malaikat jibril, mikail, israfil, izrail ,munkar dan nankir, raqib dan atid, malik dan ridwan. Selain 10 malaikat ini, masih banyak lagi malaikat lainnya yang diciptakan tuhan.
3.      Tentang kitab-kitab suci
Kitab-kitab suci banyak diturunkan kepada rasul-rasul, tetapi yang wajib kita yakini ada 4, yaitu: kitab suci taurat yang diturunkan kepada nabi Musa ‘alaihissalam, kitab suci zabur yang diturunkan kepada nabi Duad ‘alaihissalam, kitab suci injil yang diturunkan kepada nabi Isa ‘alaihissalam dan kitab suci al-qur’an yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW
4.      Tentang rasul-rasul
Nabi-nabi dan rasul-rasul Allah itu sedari dulu banyak, sampai 124.000, dan rasul 315 orang. Nabi-nabi dan rasul-rasul yang wajib diketahui ada 25 orang sebagaimana yang tersebut dalam al-qur’an. Sifat-sifat yang wajib pada rasul ada 4 yaitu shiddiq, amanah, fathanah, dan tabliqh. Dan 4 sifat mustahil yaitu pendusta, khianat, menyembunyikan, dan dungu. Selain dari 25 nabi dan rasul, ada diantara mereka yang mendapat gelar ulu ‘azmi yaitu nabi Muhammad, Ibrahim, Musa, Isa, dan Nuh.
5.      Tentang hari akhirat
Kita meyakini bahwa hari kiamat itu ada. Yang bermula setelah kita meninggal sampai umat manusia masuk syurga atau neraka sesuai dengan amal perbuatan kita. Surga dan neraka dan segala isinya dikekalkan tuhan, surge dan neraka tidak akan lenyap menurut paham sunni dan keduanya akan lenyap menurut paham mu’tazilah.
6.      Tentang qadha dan qadar
Qadha merupakan ketetapan tuhan pada azal tentang suatu. Barang sesuatu yang akan terjadi semuanya sudah ditentukan tuhan sebelumnya dalam azal. Manusia wajib yakin seyakin-yakinnya, bahwa yang terjadi di dunia ini semuanya sudah qadha dan takdir tuhan, tidak berubah lagi dan tak seorang pun yang sanggup mengubahnya.
                        Pembagian enam perkara diatas disebut dengan rukun iman sebagaimana yang disabdakan oleh rasulullah saw: maka beritahulah kami (wahai rasululla) tentang iman!” nabi Muhammad menjawab: engkau mesti percaya kepada adanya allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab suci-Nya, rasul-rasulNya, hari akhirat dan qadha dan qadar (nasib baik dan nasib buruk).[13] 
4. ALASAN-ALASAN SUNNI ATAS PEMBAIATAN KHULAFAUR RASYIDIN
1.      Imam berasal dari keturunan kaum quraisy.
Menjadikan alasan dari keturunan quraisy karena kaum quraisy lebih utama untuk menduduki kursi khalifah, karena mereka juga mempunyai kekuatan dan ditaati dikalangan bangsa arab.
2.      Pemilihan khalifah dengan cara bermusyaarah.
Sebagaimana khalifah abu bakar di baiat oleh kaum muslimin karena bukti wasiat terakhir dari rasulullah SAW yang diperintah untuk menjadi imam saat shalat shubuh berjamaah di masjid ketika rasulullah sedang sakit. Dan pemilihan khalifah umar yang diwasiatkan oleh abu bakar dan khalifah ketiga yang dipilih melalui dewan formatur enam orang yang anggota, aturan dan prosedurnya ditentukan oleh khalifar umar. Serta khalifah ali yang dibai’at atas persetujuan kaum muslimin.

BAB III
PENUTUP

1.      KESIMPULAN
Syi’ah didefinisikan sebagai golongan islam yang mengikuti 12 Imam dari Ahlu Bait (keluarga dan keturunan) Rasulullah melalui keturunan Ali dan anak-anak Fatimah putrid kesayangan Rasulullah istri Imam Ali, dalam semua urusan ibadah dan muamalah. Sedangkan sunni merupakan sebuah aliran yang menganut I’tiqad dari rasulullah saw, pemahaman sahabat dan para pengikut mreka yang mengikuti dengan kebenaran (bil ihsan), yaitu para tabi’in dan tabi’ tabi’in.
2.      SARAN
Kami menyadari makalah kami jauh dari kata kesempurnaan. Oleh karena itu, kami membutuhkan kritikan dari para pembaca.




                [1]Fadil Su’ud Ja’fari, Islam Syi’ah: Telaah Pemikiran Imamah Habib Husein al-Habsyi, (Malang:UIN MALIKI PRESS, 2010), hlm. 19.
        [2] Muhammad Tijani, Al-Syi’ah Hum Ahlu Sunnah, (Jakarta: El Faraj Publishing, 2007), hlm. 29.
                                [3] Fadil Su’ud Ja’fari, Islam Syi’ah: Telaah Pemikiran Imamah Habib Husein al-Habsyi, (Malang:UIN MALIKI PRESS, 2010), hlm. 33.
                                [4] Muhammad Husain T, Mazhab Kelima: Sejarah, Ajaran dan Perkembangannya, (Jakarta Selatan : Nur Al-Huda,2007), hlm. 62.
                                [5] Fadil Su’ud Ja’fari, Islam Syi’ah: Telaah Pemikiran Imamah Habib Husein al-Habsyi, (Malang:UIN MALIKI PRESS, 2010), hlm. 35.
                [6]  Fadil Su’ud Ja’fari, Islam Syi’ah: Telaah Pemikiran Imamah Habib Husein al-Habsyi, (Malang:UIN MALIKI PRESS, 2010), hlm. 64.
                                [7] Ibid, hlm. 66.
                                [8]  Fadil Su’ud Ja’fari, Islam Syi’ah: Telaah Pemikiran Imamah Habib Husein al-Habsyi, (Malang:UIN MALIKI PRESS, 2010), hlm. 27.
        [9] Muhammad Husain, Mazhab Kelima: Sejarah, Ajaran dan Perkembangannya  hlm. 59.
        [10] Siradjuddin abbas, I’tiqad ahlussunnah waljamaah, (Jakarta: pustaka tarbiyah, 2006), hlm. 2.
        [11] Ibid, hlm. 20.
[12] Muhammad Tholhah Hasan, ahlussunnah wal-jama’ah: dalam persepsi dan tradisi NU, (Jakarta: Lantabora Press, 2005), hlm. 34.
        [13] Siradjuddin, , I’tiqad ahlussunnah waljamaah, hlm. 27. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar