BAB
I
PENDAHULUAN
1.
LATAR
BELAKANG
Umat Islam di mana pun
berada seyogianya dapat bersatu padu dalam menjalankan
ibadah baik habluminallah maupun hablumminannas. Hal ini penting karena
manusia dilahirkan
untuk beribadah dan sebagai khalifah
di muka bumi ini. Sabda Rasulullah SAW yang berbunyi yang artinya:“ Golongan yang selamat
dan akan masuk surga adalah golongan yang berpegang
dengan apa-apa yang aku kerjakan bersama sahabat-sahabatku.” Namun, sejak Nabi Muhammad SAW meninggal,
persatuan ini sedikit terguncang dengan tiadanya sumber yang haq
untuk mengadukan permasalahan agama.
Penentuan khalifah saat itu memumculkan
banyak permasalahan yang ternyata menjadi
semakin mengakar kuat sampai sekarang. Salah satu konflik yang muncul
adalah adanya kaum syiah dan sunni yang memiliki dasar yang berbeda. Perbedaan ini tidak hanya menimbulkan
perbedaan kecil saja tetapi juga
perbedaan besar yang diduga
mendalangi banyak ilmu
sesat yang mengatasnamakan Islam. Bagaimana perbedaan ini sebenarnya
berakar, ini tentu sangat penting dikaji, mengingat kita, umat Islam harus memahai agar dapat memperkuat iman dan
islamnya.
2.
Rumusan
masalah
a.
Apa
itu syi’ah dan sunni?
b.
Bagaimana
latar belakang sejarah syi’ah dan sunni?
c.
Bagaimana
doktrin-doktrin syi’ah dan sunni?
d.
Apa
saja alasan-alasan pembaiatan khalifah menurut syi’ah dan sunni?
3.
Tujuan
masalah
a.
Untuk
mengetahui pengertian syi’ah dan sunni.
b.
Untuk
mengetahui latar belakang sejarah syi’ah dan sunni.
c.
Untuk
mengetahui doktrin-doktrin syi’ah dan sunni.
d.
Untuk
mengetahui alasan-alasan pembaiatan khalifah menurut syi’ah dan sunni
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
SYI’AH
1.
PENGERTIAN
SYI’AH
Kata
syi’ah bentuk tunggalnya adalah syi’iy yang berarti kelompok atau golongan, dapat
digunakan untuk seseorang, dua orang atau jama’ baik pria maupun wanita.
Menurut abd al qadir syaib al-hamdi guru besar pada universitas islam di
madinah mengatakan syi’ah dalam percakapan orang arab pengikut atau pembantu.[1] Menurut
istilah, syi’ah didefinisikan sebagai golongan islam yang mengikuti 12 Imam
dari Ahlu Bait (keluarga dan keturunan) Rasulullah melalui keturunan Ali dan
anak-anak Fatimah putrid kesayangan Rasulullah istri Imam Ali, dalam semua
urusan ibadah dan muamalah.[2]
2.
ASAL
USUL DAN PERKEMBANGAN SYI’AH
Setelah
Rasulullah wafat, yang pertama kali mengambil sikap dalam soal kepemimpinan adalah
kaum anshar. Sebelum jasad rasulullah dikebumikan, mereka telah mengadakan
pertemuan di suatu tempat yang dikenal dengan sebutan tsaqifah bani sa’adah.
Dalam pertemuan itu banyak terjadi perdebatan sengit antara kaum anshar dan
kaum muhajirin. Perdebatan atas pemilihan khalifah tersebut berakhir dengan
cara permusyawaratan kaum muslimin atas dipilihnya abu bakar sebagai khalifah.[3]
Ali
bin abi thalib dan keluarganya tidak hadir dalam pertemuan itu, karena sibuk
dengan persiapan pemakaman rasulullah. Setelah ali dan keluarganya mendengar
pembai’atan Abu Bakar, mereka melancarkan protes terhadap cara pemilihan
khalifah melalui musyawarah, mereka bahkan mengajukan dalil-dalil dan argumen-argumen
mereka sendiri, tetapi jawaban yang mereka terima adalah bahwa kesejahteraan
kaum muslimin dipertaruhkan dan solusinya terletak pada apa yang telah
dilakukan. Protes dan kecaman inilah memisahkan golongan minoritas pengikut Ali
dari golongan mayoritas, dan menjadikan para pengikutnya dikenal oleh
masyarakat sebagai para pendukung atau syi’ah Ali.[4]
Perpecahan umat mulai mencolok pada pemerintahan Ustman bin ‘Affan dan
memperoleh momentumnya yang paling kuat pada masa pemerintahan Ali bin Abi
Thalib, tepatnya setelah Perang Siffin.
Syi’ah
mendapat pengikut besar terutama pada masa Dinasti Umayyah pada masa
pemerintahan Yazid bin Mu’awiyyah. Ia memerintah Ibnu Ziyat untuk memenggal
kepala Husein di Karbala dan dibawa kehadapannya di Damaskus. Kekejaman ini
menyebabkan sebagian kaum muslimin tertarik dan mengikuti mazhab Syi’ah, atau
paling tidak menaruh simpati yang mendalam terhadap tragedi yang menimpa ahlu
bait. Peristiwa kesyahidan Husain di Karbala inilah penyebab utama terbentuknya
Syi’ah secara hakiki. Sejak tragedy ini, sebutan Syi’ah tidak lagi dirangkaikan
dengan nama-nama tertentu seperti sebelumnya, Syi’ah Ali, Syi’ah Husein tetapi
cukup dengan Syi’ah saja.
Dalam
perkembangan selanjutnya, Syi’ah selain memperjuangkan hak kekhalifahan ahlu
bait dihadapan dinasti umayyah dan abbasiyah, juga mengembangkan
doktrin-doktrinnya sendiri. Berkaitan dengan teologi, mereka mempunyai lima
rukun iman. Meskipun mempunyai landasan keimanan yang sama, kaum Syi’ah tidak bisa
mempertahankan kesatuannya. Dalam perjalanan sejarahnya, kelompok ini terpecah
menjadi beberapa sekte. Perpecahan ini terjadi terutama dipicu oleh masalah
doktrin imamah. Sekte-sekte dalam Syi’ah yaitu: Ghulat, Zaidiyah, Isma’iliyah
dan Istna ‘Asyariyah. Namun yang masih bertahan sampai saat ini ada tiga,
yaitu: Zaidiyah, Isma’iliyah dan Istna ‘Asyariyah.[5]
3.
DOKTRIN-DOKTRIN
ALIRAN SYI’AH
Adapun doktrin-doktrin aliran Syi’ah ada
lima perkara yaitu:
1. Tauhid
Tuhan adalah esa
baik esensi maupun esksitensinya. Keesaan tuhan adalah mutlak. Ia bereksistensi
dengan sendirian. Tuhan adalah qadim: maksudnya tuhan bereksistensi denagan
sendiri sebelum ada ruang dan waktu. Ruang dan waktu diciptakan oleh tuhan.
Tuhan maha tahu, maha mendengar, mengerti semua bahasa, selalu bebas
berkehendak, keesaan tuhan tidak murakkab. Tuhan tidak membutuhkan sesuatu. Ia
berdiri sendiri, dan tidak dibatasi oleh ciptaan-Nya. Ia tidak bisa dilihat
dengan mata biasa. Paham syi’ah bahwa manusia diharapkan memahami dirinya yang
dibuktikan dengan mentauhidkan Allah setelah lebih dahulu mengenalnya, pada
akhirnya akan terjalin hubungan yang akrab dan harmonis yang buahnya melahirkan
kepasrahan manusia terhadap tuhannya. Ini berarti dalam mentauhidkan Allah
hendaknya menggunakan pendekatan akal (filsafat) disamping keyakinan. Dengan
demikian, tidak ada sedikitpun keraguan terhadap Allah sang pencipta semesta
alam.
2. Keadilan
Tuhan
menciptakan kebaikan dalam semesta ini dengan adil. Ia tidak pernah menghiasi
ciptaan-Nya dengan ketidakadilan. Karena ketidakadilan dan kedhaliman terhadap
yang lain merupkan tanda kebodohan dan ketidakmampuan, sementara tuhan adalah amha tahu dan maha kuasa. Segala macam
keburukan dan ketidakmampuan adalah jauh dari keabsolutan dan kehendak tuhan.
Atas dasar itulah, syi’ah bserusaha sekuat tenaga untuk menegak keadilan.
Menegak keadilan, diakui bukanlah pekerjaan yang mudah, tetapi diperlukan
seperangkat aturan dan institusi. Hal ini, menurut keyakinannya, tidak akan
terwujud tanpa adanya seorang imam sebagai wakil tuhan. Oleh karena itu,
keberadaan seorang imam itu harus sesuai dnegan pemilik keadilan yang hakiki,
yaitu Allah. Disinilah benang merah yang menghubungkan antara Tuhan – Imam dan
keadilan. Selain itu aliran ini menyebutkan
bahwa tuhan memberikan akal kepada manusia untuk mengetahui benar dan
salah melalui perasaan. Manusia dapat menggunakan penglihatan, pendengaran, dan
indera lainnya untuk melakukan perbuatan, baik perbuatan mulia maupun perbuatan
buruk. Jadi manusia dapat memanfaatkan potensi berkehendak sebagai anugerah
tuhan untuk mewujudkan dan bertanggung jawab atas perbuatannya. Untuk itu
aliran ini sangat menyerukan kepada manusia, terutama pada pengikutnya agar
menjadi pelopor penyeru kebenaran dan harapan terciptanya kedamaian hidup di
dunia dan akhirat.[6]
3. Nubuwwah
Para
nabi Allah adalah manusia-manusia yang menyebarluaskan seruan wahyu dan
kenabian serta membawakan dalil-dalil pasti atas seruan mereka. Mereka
mendakwahkan unsur-unsur agama Allah ( yang merupakan hukum ilahi serupa yang
menjamin kebahagiaan) di tengah-tengah manusia dan menyediakannya bagi segenap
manuisa. Mengingat dalam seluruh periode sejarah, jumlah manusia yang
dikaruniai kekuasaan kenabian dan wahyu terbatas pada segelintir orang, maka
Allah swt telah melengkapi dan menyempurnakan petunjuk dan hidayah pada semua
manusia dengan meletakkan misi penyebaran agamadi atas pundak para nabi-Nya.
Itulah mengapa seorang nabi Allah harus memiliki sifat kemakhtuman. Dalam
meneriam wahyu dari Allah, dalam mengawalnya dan dalam memungkinkannya untuk
dijangkau oleh manusia, seorang nabi harus bebas dari kesalahan. Dia mesti
terhindar dari berbuat dosa.
Panganut
Syi’ah juga meyakini bahwa nabi berjumlah 124.000 berdasarkan hadist yang
diriwayat oleh Abu Dzar. Serta meyakini ulul ‘azmi dan nabi Muhammad adalah
seorang khatimul anbiya’.
4. Ma’ad
Al-ma’ad adalah hari akhir (kiamat) untuk menghadap
keadilan tuhan di akhirat. Setiap muslim harus yakin akan keberadaan hari
kiamat dan kehidupan suci setelah dinyatakan bersih dan lurus dalam pengadilan
tuhan. Mati adalh proses transit dari kehidupan dunia menuju kehidupan akhirat.
Kehidupan (baru) akan dilalui oleh roh manusia itu masuk kedalam wilayah
al-ma’ad. Artinya mulus dan tidaknya perjalanannya, tergantung dari apa yang
telah dilakukannya (bersama tubuh) ketika di dunia. Dengan pemahaman yang benar
tentang al-ma’ad ini akan muncul ras a takut kepada Allah dan siksanya,
sehingga mendorongnya untuk senantiasa berjalan sesuai dengan syari’at-Nya dengan
menjauhkan diri dari kesalahan. Dengan demikian pengetahuan tentang al-ma’ad
ini sebenarnya mengandung pendudukan yang agung demi kebahagiaan manusia itu
sendiri.[7]
5. Imamah
Imamah
merupakan bagian dari sendi-sendi agama,maka pengetahuan sekaligus kepatuhan
kepada imam itu adalah wajib, sebab tanpa imam keimanan itu tidak sempurna.
Imamah tidak bisa terlepas dari enam sifat yaitu: ‘Ishmah, Wishayah, Wilayah, ‘Itrah,
Taqiyyah, dan Ghabyah. Karena keenam
sifat tersebut merupakan pelengkap bagi seorang imam.
a. ‘Ishmah
‘Ishmah dalam pandangan dan aqidah Syi’ah
merupakan suatu prinsip yang mengatakan bahwa “pimpinan suatu komunitas atau
masyarakat yakni orang yang memegang kendali nasib rakyat di tangannya, orang
yang diberi amanat kepemimpinan oleh orang banyak mestilah bebas dari kejahatan
dan kelemahan. Menurut pemikiran Syi’ah, ‘Ishmah
berfungsi untuk mencegah umat Islam (pengikut Syi’ah), dari bermasyarakat serta
berbaur dengan para penguasa dan pemimpin yang korup dan zalim. ‘Ishmah dalam keyakinan orang Syi’ah
sebagai alat yang memisahkan antara yang benar dengan yang salah. Atau dengan
kata lain, ‘Ishmah sebagai barometer untuk mendeteksi mana yang
benar dan mana pula yang salah, sehingga kaum Syi’ah terlepas dari berbuat
serta mengikuti kesalahan.
b. Wishayah
Pengertian wishayah dalam pandangan Syi’ah bukanlah
berarti “pencalonan, melainkan pengangkatan”. Menurut pemikiran dan keyakinan
Syi’ah, Nabi Muhammad Saw. mengumumkan seorang mukmin yang saleh untuk
menggantikan beliau. Orang yang diumumkan oleh Nabi dalam pandangan Syi’’ah
adalah Ali bin Abi Thalib. Pemikiran dan pandangan Syi’ah ini dibantah oleh
kelompok Safawi. Wishayah sebagai salah satu doktrin Syi’ah dalam pandangan
kelompok Safawi adalah “rezim
turun-temurun murahan yang diwariskan dari ayah ke anak sepanjang generasi demi
generasi atau pemerintahan melalui penunjuk yang dibangun atas kekerabatan dan
hubungan darah”.
Kepemimpinan
atau pemerintah melalui penunjukan menurut Syi’ah tentang wishayah yang
dipahami oleh kelompok Safawi, dalam pandangan Ibn Khaldum diistilahkan dengan
nama ‘asabiyyah. Yang dimaksud dengan
‘asabiyyah adalah “suatu ikatan
sosial-psikologis, berupa emosional atau non emosional yang mengikat pribadi
anggota suatu kelompok yang didasari pada kekerabatan dengan ikatan terus
menerus, serta muncul ketika menghadapi bahaya yang mengancam pribadi anggota
atau kelompok tersebut.
c.
Wilayah
wilayah dalam mazhab Syi’ah tidak sama dengan
pengertian wilayah yang dipahami kebanyakan orang. Wilayah menurut pemikiran
Syi’ah berarti menerima perwalian, kepemimpinan dan pemerintahan oleh Ali
(setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw). Dalam pandangan Syi’ah, hanya Ali yang
berhak untuk memimpin umat Islam setelah Nabi wafat. Menurut mereka
kepemimpinan Abu Bakar, Umar, dan Utsman bin Affan termasuk illegal dan tidak
sah. Bahkan menurut Syi’ah, mereka bertiga harus bertanggung jawab kepada Tuhan
karena telah merampas kepemimpinan dari tangan Ali.
d.
‘Itrah
Dalam pandangan
kelompok Syi’ah, ‘Itrah merupakan
suatu hal yang penting. ‘Itrah
menurut pengertian Syi’ah adalah para pengganti Nabi Muhammad Saw. Salah satu
alasan yang dikemukakan Syi’ah kenapa ‘Itrah
itu penting adalah “pada saat Nabi
Muhammad Saw melakukan haji Wada’ beliau telah mengatakan di depan umat Islam
akan terjadi perpisahan dan meninggalkan dua perkara al-Qur’an dan keluarga
(Ali)”.
Menurut
pemikiran Syi’ah, Nabi Muhammad Saw. Telah memberikan suatu isyarat kepada umat
Islam, setelah beliau wafat urusan kepemimpinan umat Islam diserahkan kepada
Ali. Lebih jauh kelompok Syi’ah mengatakan bahwa Nabi meninggalkan dua hal
pokok, yaitu al-Qur’an dan Sunnah. Mengangkat Ali sebagai pemimpin menurut
pendapat mereka berarti mengikuti sunnah dan tidak membaiat Ali sebagai
pemimpin menurut pendapat mereka berarti mengikuti sunnah dan tidak membaiat
Ali sebagai pemimpin sama dengan meninggalkan malah menafikan sunnah. Dalam
pemikiran dan pemahamam kelompok Syi’ah, pengertian sunnah yang dimaksud oleh
Nabi tidak lain hanyalah keturunannya (Ali dan anak cucunya).
e. Taqiyyah
Salah
satu konsep dan prinsip Syi’ah yang termasuk unik adalah taqiyyah. Yang dimaksud dengan taqiyyah
dalam pandangan Syi’ah adalah menyembunyikan, dan berhati-hati dalam
masalah-masalah agama disebabkan adanya larangan-larangan atas kebebasan
beragama dan beribadah oleh rezim penguasa tiranis dan zalim.
Tujuan
dari konsep taqiyyah dalam pandangan Syi’ah ada dua, yaitu pertama, untuk memelihara perasaan solidaritas di antara umat
Islam. Kedua, untuk “melanjutkan
perjuangan melawan penguasa yang tirani dan zalim secara diam-diam melawan
segala bentuk penyimpangan guna menegakkan agama.”
Dari
paparan diatas dapat disimpulkan bahwa konsep taqiyyah yang terdapat dalam pemikiran Syi’ah adalah suatu gerakan
yang sifatnya tersembunyi (gerakan bawah tanah) yang membawa misi pembebasan
dari penindasan penguasa yang zalim dan dan tirani.
f.
Ghaybah
Yang
dimaksud dengan ghaybah (gaibnya Imam
Mahdi) dalam pandangan Syi’ah bermakna bahwa orang-orang yang bertanggung jawab
dalam menentukan jalan kehidupan pribadi sosial, keyakinan mereka dan
sebagainya di jalan mereka kepada kesalehan. Dalam pemikiran kelompok Syi’ah,
ada satu keyakinan bahwa Imam Mahdi yang ghaib, pada suatu saat nanti pasti
akan kembali untuk memimpin umat Islam. Atas dasar pemikiran dan keyakinan itu,
maka kelompok Syi’ah terus menanti akan datangnya Imam mereka yang menghilang
(ghaib). Oleh karena itulah, dalam konsepsi Syi’ah ada satu pemikiran yang
dinamakan dengan Ghaybah.
4.
ALASAN-ALASAN
SYI’AH ATAS PEMBAIATAN KHALIFAH ALI
Alasan kaum syi’ah memilih ali bin abi thalib
sebagai pengganti nabi karena disebabkan beberapa faktor:
1. Pada
hari pertama kenabian
Saat nabi memulai dakwah sirriyyah pada hari
pertamnya, beliau memerintah untuk mengundang kerabat terdekatnya untuk masuk
agama islam. Kemudian beliau menginformasikan mereka dengan jelas bahwa
siapapun orang pertama yang menerima ajakan beliauakan menjadi pengganti dan
pewarisnya. Ali adalah orang pertama tampil kedepan dan memeluk agama islam.
Nabi Muhammad menerima ketundukan ali kepada keimanan dan dengan demikian
memenuhi janji beliau.
2. Ali
adalah orang yang makhtum
Menurut hadis-hadis yang tidak diragukan dan
benar-benar sahih, baik dalam sunni dan syi’ah, nabi saw menegaskan bahwa ali
terpelihara dari kesalahan dan perbuatan dan ucapannya. Apapun yang ali katakan
dan sangatlah sesuai dengan ajaran-ajaran agama. Sebagaimana hadist yang
diriwayatkan oleh ummu salamah, bahwa nabi Muhammad saw bersabda: ali selalu
bersama kebenaran (haq) dan alqur’an, serta kebenaran dan alqur’an selalu
bersamanya hingga hari kiamat, mereka tidak akan berpisah satu sama lain.
3. Pengabdian
Ali bin Abi Thalib
Selama periode kenabian, Ali memperlihatkan
pengabdian yang tak ternilai dan melakukan pengorbanan yang luar biasa. Ketika
orang kafir Mekkah memutuskan akan membunuh Nabi dan mengepung rumahnya, Nabi
memutuskan untuk hijrah ke Madinah (waktu itu masih bernama Yastrib). Lalu Nabi
memerintah kepada Ali untuk tidur ditempat tidurnya dengan maksud agar Nabi
lolos dari pengejaran kaum Quraisy. Ali dengan tangan terbuka menerima tugas
berbahaya ini. Selain itu Ali juga ikut bertempur dalam pertempuran-pertempuran
seperti badar, uhud, khandaq, hunain. Peran Ali dalam peperangan-peperangan
tersebut sangat menentukan kemenangan islam.[8]
4. Peristiwa
ghadir khum
Ketika peristiwa ghadir khum, nabi memilih ali untuk
posisi perwalian umum (wilayah ammah) dari manusia dan menjadikan ali seperti
diri beliau, wali mereka. Peristiwa ini terjadi ketika kembali dari
melaksanakan ibadah haji ke mekkah di jalan menuju madinah di tempat yang
dinamakan Ghadir Khum, nabi saw memilih ali sebagai penggantinya dihadapan
kerumunan massa yang sangat banyak yang menyertai beliau. Kaum syi’ah merayakan
peristiwa ini hingga hari ini sebagai hari raya keagamaan utama yang menandai
hari ketika ha kali atas penggantian nabi dinyatakan secara universal.[9]
B.
SUNNI
1.
PENGERTIAN
SUNNI
Secara
bahasa sunni berasal dari kata ahlussunnah wal jama’ah yang berarti penganut sunnah nabi dan I’tiqad
sahabat-sahabat nabi. Secara terminologi sunni merupakan sebuah aliran yang
menganut I’tiqad dari rasulullah saw, pemahaman sahabat dan para pengikut mreka
yang mengikuti dengan kebenaran (bil ihsan), yaitu para tabi’in dan tabi’
tabi’in. ini karena rasulullah saw bersabda: umatku yang terbaik adalah para
sahabatku kemudian para pegikutnya dan yang mengikuti pengikut mereka. Mereka
yang termasuk ahlus sunnah waljama’ah adalah yang mengikuti ajaran rasulullah
saw melalui pemahaman para sahabatnya.[10]
. 2.
ASAL USUL DAN PERKEMBANGANNYA
Sebagai
reaksi dari banyaknya firqah, maka pada akhir abad ke III Hijriyah timbullah golongan yang
bernama kaum ahlussunnah wal jama’ah yang dicetus oleh ulama besar dalam
ushuluddin yaitu syeikh abu hasan ‘ali al asy’ari dan syeikh abu Mansur al
maturidi.
Syeikh abu hasan pada mulanya menganut mazhab
mu’tazilah yang berguru dari ayah tirinya yang bernama syeikh abu ‘ali Muhammad
bin abdul wahhab al jabai selama 40 tahun. Kemudian beliau keluar dari aliran
tersebut dan mencetuskan alirannya dengan nama ahlussunnah wal jamaah. Adapun
imam Mansur, beliau berjasa besar dalam mengumpulkan, memperinci dan
mempertahankan I’tiqad ahlussunnah wal jamaah itu, sebagai keadaannya dengan
imam abu hasan.[11]
2.
DOKTRIN-DOKTRIN
ALIRAN SUNNI
I’tiqad
(paham) kaum ahlussunnah wal jamaah yang telah disusun oleh imam abu hasan
al-asy’ari terbagi atas enam perkara, yaitu:
1. Tentang
ketuhanan
Masalah
keyakianan bahwa Allah maha Esa, merupakan pokok keyakinan dalam islam, menjadi
cirri monotheisme Islam. Kemaha esaan Allah dalam teologi (aqidah) islam diakui
oleh semua golongan dilingkungan islam , hamper tidak ada perbedaan antara yang
satu dengan lainnya.[12] Setiap uamat islam yang baligh dan berakal
waib mengetahui 20 sifat yang wajib (mesti ada) pada Allah, 20 sifat mustahil
(tidak mungkin ada) dan 1 sifat yang harus (boleh ada boleh tidak) pada Allah.
Dengan mengetahui sifat-sifat Allah ini, kita sudah membayarkan yang bertalian
dengan I’tiqad tentang ketuhanan. Orang yang tidak mengetahui secara mendalam
sifat-sifat ini, niscaya ia tidak akan mengerti dan tidak akan yakin akan
hal-hal yang bertalian dengan tuhan atau ketuhanan yang maha Esa.
2. Tentang
malaikat-malaikat
Umat
islam memercayai bahwa ada suatu makhluk halus, ada yang dijadikan dari nur
bernama malaikat dan juga wajib memercayai adanya jin. Hakikat tubuh dari
malaikat hanya Allah yang lebih yahu, kita serahkan kepada tuhan , karena kita
tidak diwajibkan untuk mengetahuinya. Yang wajib kita ketahui yaitu malaikat
mempunyai tugas masing-masing, mereka taat kepada tuhan atas perintah-Nya.
Malaikat yang wajib kita ketahui ada 10 yaitu malaikat jibril, mikail, israfil,
izrail ,munkar dan nankir, raqib dan atid, malik dan ridwan. Selain 10 malaikat
ini, masih banyak lagi malaikat lainnya yang diciptakan tuhan.
3. Tentang
kitab-kitab suci
Kitab-kitab suci banyak diturunkan kepada
rasul-rasul, tetapi yang wajib kita yakini ada 4, yaitu: kitab suci taurat yang
diturunkan kepada nabi Musa ‘alaihissalam, kitab suci zabur yang diturunkan
kepada nabi Duad ‘alaihissalam, kitab suci injil yang diturunkan kepada nabi
Isa ‘alaihissalam dan kitab suci al-qur’an yang diturunkan kepada nabi Muhammad
SAW
4. Tentang
rasul-rasul
Nabi-nabi dan rasul-rasul Allah itu sedari dulu
banyak, sampai 124.000, dan rasul 315 orang. Nabi-nabi dan rasul-rasul yang
wajib diketahui ada 25 orang sebagaimana yang tersebut dalam al-qur’an.
Sifat-sifat yang wajib pada rasul ada 4 yaitu shiddiq, amanah, fathanah, dan
tabliqh. Dan 4 sifat mustahil yaitu pendusta, khianat, menyembunyikan, dan
dungu. Selain dari 25 nabi dan rasul, ada diantara mereka yang mendapat gelar
ulu ‘azmi yaitu nabi Muhammad, Ibrahim, Musa, Isa, dan Nuh.
5. Tentang
hari akhirat
Kita meyakini bahwa hari kiamat itu ada. Yang
bermula setelah kita meninggal sampai umat manusia masuk syurga atau neraka
sesuai dengan amal perbuatan kita. Surga dan neraka dan segala isinya
dikekalkan tuhan, surge dan neraka tidak akan lenyap menurut paham sunni dan
keduanya akan lenyap menurut paham mu’tazilah.
6. Tentang
qadha dan qadar
Qadha merupakan ketetapan tuhan pada azal tentang
suatu. Barang sesuatu yang akan terjadi semuanya sudah ditentukan tuhan sebelumnya
dalam azal. Manusia wajib yakin seyakin-yakinnya, bahwa yang terjadi di dunia
ini semuanya sudah qadha dan takdir tuhan, tidak berubah lagi dan tak seorang
pun yang sanggup mengubahnya.
Pembagian
enam perkara diatas disebut dengan rukun iman sebagaimana yang disabdakan oleh
rasulullah saw: maka beritahulah kami (wahai rasululla) tentang iman!” nabi
Muhammad menjawab: engkau mesti percaya kepada adanya allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab suci-Nya, rasul-rasulNya, hari akhirat dan
qadha dan qadar (nasib baik dan nasib buruk).[13]
4.
ALASAN-ALASAN SUNNI ATAS PEMBAIATAN KHULAFAUR RASYIDIN
1. Imam
berasal dari keturunan kaum quraisy.
Menjadikan alasan dari keturunan quraisy karena kaum
quraisy lebih utama untuk menduduki kursi khalifah, karena mereka juga
mempunyai kekuatan dan ditaati dikalangan bangsa arab.
2. Pemilihan
khalifah dengan cara bermusyaarah.
Sebagaimana khalifah abu bakar di baiat oleh kaum
muslimin karena bukti wasiat terakhir dari rasulullah SAW yang diperintah untuk
menjadi imam saat shalat shubuh berjamaah di masjid ketika rasulullah sedang
sakit. Dan pemilihan khalifah umar yang diwasiatkan oleh abu bakar dan khalifah
ketiga yang dipilih melalui dewan formatur enam orang yang anggota, aturan dan
prosedurnya ditentukan oleh khalifar umar. Serta khalifah ali yang dibai’at
atas persetujuan kaum muslimin.
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Syi’ah
didefinisikan sebagai golongan islam yang mengikuti 12 Imam dari Ahlu Bait
(keluarga dan keturunan) Rasulullah melalui keturunan Ali dan anak-anak Fatimah
putrid kesayangan Rasulullah istri Imam Ali, dalam semua urusan ibadah dan
muamalah. Sedangkan sunni
merupakan sebuah aliran yang menganut I’tiqad dari rasulullah saw, pemahaman
sahabat dan para pengikut mreka yang mengikuti dengan kebenaran (bil ihsan),
yaitu para tabi’in dan tabi’ tabi’in.
2. SARAN
Kami menyadari
makalah kami jauh dari kata kesempurnaan. Oleh karena itu, kami membutuhkan
kritikan dari para pembaca.
[12] Muhammad Tholhah Hasan, ahlussunnah wal-jama’ah: dalam persepsi
dan tradisi NU, (Jakarta: Lantabora Press, 2005), hlm. 34.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar